Namanya Malika. Bukan. Bukan kedelai hitam yang saya besarkan sepenuh hati. Dia adalah seorang yang pernah tahu keseharianku selama 6 tahun. Dia akrab disapa Mika. Skater dan pemain basket. Kami pacaran semenjak sama-sama duduk di bangku kelas X sampai kami mengampu semester 6. Entah mengapa semenjak kuliah, Mika selalu mengadakan perayaan anniversary “jadian” kami di setiap bulan. Dan di setiap perayaan itu, pasti Mika memberiku bunga. Jadi sudah ada sekitar 36 kali Mika memberiku bunga. Karena bosan, kubilang begini: “Bagaimana kalau anniversary bulan depan, bawakan aku bunga reflesia?” Entahlah, roamantis dan alay memang beda-beda tipis.
Dua minggu setelah anniversary ke-72, kami putus karena Mika di jodohkan. Kami sempat berpikir untuk kawin lari. Tapi mama Mika, berhasil membujuk Mika bahwa tidak ada pilihan terbaik selain pilihan orang tua. Jadilah aku jomblo ditinggal nikah oleh Mika. Siapa sangka? Kami yang pacaran 6 tahun pun belum tentu berujung bersama. Aku sempat berpikir kalau Allah tidak adil. Aku ingin selalu bersama Mika walaupun banyak kekurangan Mika yang kadang tidak sanggup untuk kuhadapi. Tapi aku ingin bersama Mika apapun yang terjadi, karena cinta.
Setelah putus dari Mika, aku merasa seperti ada yang hilang walaupun kadang aku juga jenuh dengan keromantisannya yang berlebihan. Aku jadi sering menyendiri di rumah. Pusing. Menangis sana-sini. Galau. Tidak ada lagi orang yang biasanya mendengarkan keseharianku. Aku jadi bingung. Cek HP untuk apa. Sudah tidak ada lagi yang menanyakan ‘sudah ngerjain tugas kah?’. Pernah HP ku berdering nada tanda pesan masuk. Segera kubuka, berharap itu dari Mika. Dan ternyata pesan singkat dari operator kartu seluler.
Setelah berlarut-larut sedih, akhirnya kulanjutkan kuliahku yang tinggal 2 semester lagi dengan satu kalimat meyakinkan dari mamaku. Bahwa kita akan selalu mendapatkan lebih dari apa yang kita ikhlaskan. Dan benar saja, kalimat mamaku terbukti. Setahun setelah aku lulus kuliah, salah satu tetanggaku pulang dari perantauan pendidikan penerbangannya di Surabaya. Namanya Kevin. Tanpa omongan sebelumnya, Kevin sekeluarga, mendatangi keluargaku dan bermaksud melamarku. Siapa sangka? Kami yang dulu hanya teman bermain pasir di taman kompleks, bahkan di gariskan pada lauhul mahfudz.
Sebulan setelah lamaran, kami menikah. Karena profesinya sebagai pilot, dia hanya bisa mengambil cuti 3 hari. Dan sekarang kami sudah memasuki pernikahan tahun ke-3. Karenanya, aku banyak berubah. Dari cara berpakaian, pemikiran, dan tingkah laku. Dia membuatku taat beribadah. Dia banyak mengubah hidupku secara perlahan, tanpa aku harus menjadi orang lain.
“Dari semenjak akad sampai kamu menjadi istriku, aku yang menanggung dosa-dosamu. Itu alasan kenapa aku membuatmu dekat dengan Sang Pencipta juga.” Jelasnya.
“Dari semenjak akad sampai kamu menjadi istriku, aku yang menanggung dosa-dosamu. Itu alasan kenapa aku membuatmu dekat dengan Sang Pencipta juga.” Jelasnya.
Dia juga yang meyakinkanku bahwa semua orang mempunyai sisi baik dan sisi buruk. “Maka dari itu, kita harus memaksakan hati untuk memaafkan siapapun yang sudah menyakiti kita.” Jelasnya.
Bersamanya, hidup tidak sekedar hidup. Dia banyak merubah cara pandangku tentang kehidupan dunia dan setelahnya. Aku pemarah, tapi dia selalu punya banyak cara untuk membuat hatiku bersabar.
“Kamu gagal berapa kali pun, tak masalah. Nikmati saja setiap proses di hidup ini. Karena Allah menghitung banyak kepada proses daripada hasil.’’ Begitu katanya saat ku bilang produk yang ku ciptakan, selalu ditolak direktur ketika meeting.
Bahagia bukan? Bersamanya aku lebih dari sekedar bahagia. Bagaimana tidak, seorang imam yang selalu mengingatkan kepada amalan akhirat, itu lebih dari segalanya.
Bagaimana ya, kalau dulu aku kawin lari sama Mika? Bagaimana ya, kalau aku berhenti kuliah dan meneruskan galau karena Mika?
Membandingkan hidupku yang sekarang dengan waktu aku bersama Mika, disitu aku menyadari bahwa Allah sebenarnya selalu adil. Allah menjauhkanku dengan Mika yang menurutku baik. Tapi Allah kemudian mendekatkanku kepada seseorang yang ternyata lebih baik. Dan aku juga percaya bahwa kita akan mendapat lebih dari apa yang sudah kita ikhlaskan .
Kalian bagaimana? Mau mencoba mengikhlaskan orang yang sering menyakiti kalian, yang kalian sebut pacar? Yuk dicoba ikhlaskan. Siapa tahu jodohmu lebih baik . Tenang saja, semua kenangan akan hilang pada yang berani meminang.
Komentar
Posting Komentar